Thursday, September 24, 2009

KEHORMATAN ORANG DHOLIM

Jika kita cermati dengan seksama, kekayaan materi melebihi batas kewajaran cenderung erat kaitannya dengan kedhaliman pemiliknya. Kekayaan seseorang dikatakan wajar jika nilainya setara dengan nilai hasil karya yang ia kontribusikan pada kehidupan ini. Islam menegaskan bahwa sebaik-baiknya rejeki adalah yang berasal dari hasil keringatnya sendiri. Beberapa kawan mungkin bertanya, “Bagaimana dengan kekayaan yang diperoleh dari warisan orang tua?” Para ahli hikmah menjawab pertanyaan tersebut, “Harta di luar hasil keringat seseorang memiliki hukum tersendiri. Warisan, misalnya, paling syar’i jika dibelanjakan untuk kepentingan sabilillah sehingga menjadi jariyah bagi pemilik sebenarnya, atau setidaknya diwariskan kembali pada generasi berikutnya.” Di luar cara itu, seseorang pewaris disa dikatakan dhalim.

Namun masalah yang dibahas dalam bab ini lebih dari sekedar kekayaan yang diperoleh dari warisan, melainkan dengan cara-cara lain yang cenderung dhalim. Misalnya, dalam berdagang mengambil untung melebihi batas kewajaran, memanipulasi timbangan, tidak jujur, dan sebagainya, atau menyalah-gunakan wewenang, korupsi, membagi hasil tidak adil, memberi upah pekerja di bawah kewajaran, dan lain-lain. Contoh lainnya misalnya menjual sensualitas (pelacuran ringan yang dianggap wajar), mencuri, merampok, atau cara lain yang bertentangan dengan ajaran agama (Islam). Kedhaliman paling tidak kentara (disguys coruption) adalah jika seseorang tergabung dalam sebuah organisasi bisnis yang korup tetapi tidak memiliki otoritas, misalnya bekerja di perusahaan BUMN atau departemen tertentu yang menerapkan sistem salary terlalu tinggi.

Sedikit sekali, kalau tidak boleh dikatakan tidak ada, warga masyarakat yang kritis terhadap hukum kekayaan materi, sehingga yang terjadi adalah bahwa tak peduli bagaimana cara mendapatkannya, asalkan memiliki harta banyak alias kaya raya, mendapat posisi yang terhormat secara sosial di masyarakat. Mengapa demikian? Karena nilai-nilai agama (Islam) belum cukup dominan membentuk mindset masyarakat sehingga memiliki konsep yang keliru tentang arti dan indikator keberhasilan.

No comments:

Post a Comment