Friday, August 28, 2009

WINNING MINDSET

Potret Otak Entrepreneur Sejati

Anda ingin memiliki koleksi buku baru?
Atau ingin menasehati saudara dengan buku?
Barang kali ingin memberi hadiah orang terdekat?
Dapatkan di toko buku terkemuka di kota Anda


Karya Wasi Darmolono

Membahas tentang bagaimana tetap berpikir cemerlang di saat terbelit hutang dan merintis bisnis di saat kondisi krisis. Dihantarkan oleh tiga praktisi bisnis terkemuka:
1. Prof. Dr. HM. Suyanto, MA (Ketua STMIK Amikom) dengan judul Potret Otak Milyarder;
2. Drs. H. Kalis Purwanto, MM (Direktur Primagama) dengan judul No Spiritual Intelligence Unless as Muslim
3. H. Anung Pranowo, SE, MM (Pendiri Surya Global) dengan judul Islam is the Golden Way to Success
Ukuran setengah folio, 230 halaman, harga Rp. 40.000,- (sudah termasuk pajak) plus ongkos kirim (Jawa Rp. 5.000,- luar Jawa Rp. 10.000,-). Hubungi o8122693226 setelah mentransfer seluruh biaya ke Rec. BNI cab. Yogyakarta no. 67461012 a/n Wasi Darmolono.


JUDI TAK KENTARA

Masyarakat kita memangt sangat mudah dibodohi dan cenderung menjadi korban tetapi tidak pernah merasa, entah saking bodohnya mereka atau saking pintarnya sang penyelenggara perjudian 'abstrak.' Bagaimana tidak bodoh, lha wong diiming-iming harapan yang mustahil terjadi saja mereka berbondong-bondong untuk berpartisipasi dalam permainan haram tak kentara ini.
"Ingin naik mobil mewah? Gampang, beli saja produk ini dan jangan buang bungkusnya karena dengan menuliskan nama dan alamat, anda memiliki kesempatan mendapatkan mobil impian anda. Ikuti penarikan undiannya di stasiun TV kesayangan anda ini pada hari H tanggal T bulan B!" Demikian salah satu contohnya bagaimana produsen produk apa saja memperdayai konsumen yang mengidap penyakit ingin cepat kaya.
Produk apa saja, termasuk jasa perbankan pun bisa atau bahkan sangat strategis untuk digunakan sebagai alat penjebak konsumen. Lebih memprihatinkan lagi, produk jasa sinetron religi yang nota bene menjadi tuntunan untuk membangun keimanan pun tidak luput menjadi alat judi dengan hadiah yang religius pula yakni umroh ke tanah suci. So sad, bukan?

Monday, August 17, 2009

EGOIS VS SELFISH

Tetangga saudara saya pusing jika mengendus bau asap mobil diesel. Dan memang tidak sedikit orang-orang di sekitar kita yang memiliki permasalahan demikian. Sementara mobil tersebut satu-satunya yang saudara saya miliki. Yang jadi masalah adalah sang tetangga mengendaki mobil itu dienyahkan dari rumah saudara saya entah dijual atau dengan cara lain. Tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan, sehingga untuk sementara solusi yang dilakukan oleh saudara saya, sebagai ujud empatinya, berupaya untuk tidak berlama-lama menghidupkan mobil tersebut di lingkungan komplek itu dengan cara begitu menstarter langsung dibawa keluar sampai jarak tertentu agar bau asap tak lagi terendus. Dan sudah barang tentu hal itu merupakan perlakuan tidak ramah terhadap kesehatan mobil. Begitu pun ketika pulang, harus segera mematikan mesin sehingga menuntut kemahiran memarkir. Sejauh ini saudara saya merasa okey-okey saja.
Namun sebagai manusia lumrah yang memiliki perasaan sebagaimana orang-orang pada umumnya. Ternyata sang tetangga itu tergolong orang nylekete alias suka cari enaknya sendiri. Ketika ada area kosong karena si empunya tinggal dirantau orang diklaim untuk dimanfaatkan sendiri dengan berbagai alasan sehingga jika ada orang lain ikut mengambil manfaat properti mubadzir sementara itu tetangga saya merasa rugi sekali pun secara de facto tidak kehilangan apa-apa. Dibutuhkan keahlian tersendiri memberi kepahaman akan kesadaran sosial kepada orang seperti itu. Dan tidak sedikit lho warga masyarakat yang memiliki sifat-sifat seperti itu.
Pucuk dicinta ulam tiba. Saudara saya merasa terbantu mengatasi perilaku tetangganya itu. Bantuan tersebut bermula ketika Allah swt menetapkan musibah gempa tektonik bagi warga Yogyakarta selatan di mana komplek perumahan saudara saya tak luput dari musibah tersebut. Beberapa bangunan tingkat dan rumah berpondasi gaya lama mengalami kerusakan bervariasi mulai dari retak-retak hingga roboh. Atas simpati pemerintah bantuan perbaikan pun mengalir. Survey pun dimulai, kerusakan digolongkan menjadi tiga: berat, sedang, dan ringan; dengan besare dana bantuan perbaikan masing-masing berturut-turut Rp 15 juta, Rp 4 Juta, dan Rp 1 juta.
Pak RT yang nota bene mantan pejabat pemerintah itu memberi laporan tidak sesuai dengan kenyataan menurut persepsi umum. Ia, Pak RT, menaksir dan melaporkan kerusakan rumahnya sendiri dalam kategori kerusakan sedang meskipun relatif tidak ada kerusakan, sedangkan rumah saudara saya dan tetangganya yang kebetulan berlantai tiga, yang sudah barang tentu parah meskipun secara fisik tidak roboh, di taksir dan dilaporkan ringan.
"Ya ampun," gerutu tetangga saudara saya, "lha wong berbuat jujur saja agar tetangganya mendapat ganti wajar kok merasa rugi lho. Dasar senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang. Berkata jujur saja masih belum tergolong biasa, bukannya menolong malah mencelakakan orang yang tidak lain tetangganya sendiri. Memangnya rugi apa ia berkata apa adanya. Berbuat baik tanpa biaya saja susah, boro-boro ...!" tak habis habisnya ia mengomel sembari mengarahkan pandangannya ke saudara saya minta dukungan.
Perasaan saudara saya tidak menentu. Geli, senang, dan bingung sekaligus berkecamuk dalam dadanya. Bagaimana tidak senang, lha wong orang yang selama ini memiliki perangai yang sulit dan repot menghadapinya, kini merasakan sendiri bagaimana orang lain memperlakukan dirinya sebagaimana ia memperlakukan saudara saya. Ternyata waktu dan keadaanlah (tentu saja atas ijin Allah) yang memberi pelajaran tetangga saudara saya itu.
Tapi apa lacur. Ternyata watak orang-orang demikian memang tidak mudah diperbaiki (kecuali Allah sendiri yang berkehendak). Ketika pembantu rumah tangga saudara saya mencuci pakaian dan airnya meluber kepekarangan kosong itu, saqng tetangga unik tadi menghampiri dan mengingatkannya agar air cuciannya tidak maruk pekarangan, sementara pada waktu yang sama pembantunya sendiri foya-foya mencuci di pekarangan tersebut. Cape dech!

BAGAIMANA BISA

Ternyata pemain sinetron religi yang dipercaya mesyarakat sebagai pembawa syiar Islam itu sebagian besar, jika tidak mungkin mengatakan semua, bukan termasuk penganut agama Islam yang mengimani kebenaran ajarannya. Di balik layar mereka dengan enaknya melakukan hal-hal yang dilarang agama tanpa sedikit pun merasa bersalah. Sangat jelas bahwa pensikapan mereka terhadap agama Islam tak lebih dari sekadar komoditas bisnis untuk mencari nafkah.
Saya mengajak saudara seiman di seluruh dunia kiranya bersedia brsama-sama saya berdoa semoga Allah swt melimpahkan hidayah bagi mereka yang sementara ini tidak mengetahui kebenaran yang haq. Semoga Allah swt mengkabulkan permohonan kita. Amin